Di Badya Bani Sa'ad:
Menurut adat bangsawan Arab, anak yang baru lahir tidaklah disusukan oleh ibunya sendiri, melainkan dicarikan seorang perempuan dari Badya yang akan menyusukan dia. Sebabnya ialah, karena di dusun itu udara lebih bersih dari pada di kota, dan bahasanya pun lebih halus pula.
Pada suatu hari datanglah beberapa orang perempuan Bani Sa'ad dari Badya mencari anak-anak yang akan disusukannya. Maka yang beruntung memperoleh Muhammad ialah seorang perempuan yang bernama Halimatussa'diyah. Empat tahun lamanya anak itu di dalam asuhannya. Dan dalam masa itu besar sangat rahmat yang diturunkan Allah kepada mereka serumah tangga.
Dadanya dibelah Malaikat:
Menurut keterangan Halimah, sebenarnya belum mau ia mengembalikan Muhammad kepada ibunya. Kasih sayangnya habis tertumpah kepada anak itu, lebih dari kepada anaknya sendiri. Akan tetapi oleh karena beberapa kejadian yang menimbulkan kuatirnya, iapun terpaksa jua mengantarkan dia kembali dengan segera.
Pada suatu hari anaknya datang terengah-engah mengatakan, bahwa Muhammad telah disergap oleh dua orang laki-laki, dibelahnya dadanya. Dari dalam dadanya itu dikeluarkannya sebuah benda hitam lalu dibersihkannya. Kemudian diletakkannyalah kembali anak itu ke tempat semula.
Mendengar hal itu Halimah dan suaminya terkejut dan berlari-lari mendapatkan Muhammad. Didapatinya anak itu pucat lesi sebagai mayat, duduk di atas sebuah batu. Muhammad menerangkan, bahwa laki-laki itu berpakaian serba putih dan sesudah memperlakukan dia demikian, kedua orang itu pun menghilang entah kemana perginya.
Sebenarnya kedua orang laki-laki itu ialah Malaikat yang disuruh oleh Allah akan membersihkan jantung Muhammad yang kelak akan diangkat menjadi Rasul-Nya. Tetapi Halimah tidak mengerti.
Hendak dibunuh:
Seringkali kejadian, apabila Halimah sedang menggendong Muhammad dan bertemu dengan serombongan orang Yahudi, mereka bertanya tentang Muhammad. Setelah diberikannya kepada mereka keterangan, merekapun berbisik menyuruh membunuhnya. Mereka bertanya: Yatimkah anak ini? Halimah menjawab: Tidak! Itulah ayahnya", katanya sambil menunjuk kepada suaminya, dan sayalah ibunya".
Kalau ia yatim niscaya kami bunuh, karena itulah tanda kenabiannya, kata mereka itu.
Pernah pula tukang tenun menyorakkan: Bunuhlah anak ini hai bangsa Arab! Kalau tidak kamu bunuh dia sekarang, nanti kamu akan dibunuhnya, berhalamu akan dimusnahkannya dan agamamu akan ditukarnya!" Untung ketika itu Halimah langsung melarikan diri.
Maka kejadian-kejadian seperti itu sangat menguatirkan hati Halimah dan suaminya, lalu diantarkannya Muhammad kembali kepada Siti Aminah.
Aminah meninggal 576 M:
Ketika bakal Nabi itu berumur enam tahun, ia dibawa oleh ibunya pergi ziarah ke makam ayahnya dekat Madinah. Akan tetapi malang bagi Muhammad yang kecil itu, ditengah jalan menuju pulang, yakni di Abwa', suatu tempat diantara Mekah dan Madinah, ibu yang mulia itu tiba-tiba jatuh sakit dan terus wafat. Penguburannya dilakukan di Abwa' itu juga.
Maka dengan rasa duka cita yang tidak terhingga, pulanglah Nabi ke Mekah kembali dibawa oleh Ummu Aiman, sahaja peninggalan ayahnya yang setia itu.
Abdul Muthalib wafat:
Setelah ibunya wafat, Nabi dipelihara oleh datuknya, Abdul Muthalib, dengan penuh kasih sayang yang semesra-mesranya. Pada suatu hari Muhammad pergi duduk ke atas permadani kemuliaan yang disediakan hanya buat kedudukan Abdul Muthalib dibawah naungan Ka'bah. Paman-pamannya menarik tangannya, supaya ia pergi dari sana. Tetapi ketika itu Abdul Muthalib datang dan berkata: "Biarkan cucuku berbuat sekehendaknya. Demi Allah! Sesungguhnya kelak ia memperoleh kedudukan penting yang belum pernah dicapai oleh siapapun juga!"
Dua tahun pula hanya anak kecil itu merasai nikmat kasih sayang datuknya. Dua tahun sesudah ibunya yang tercinta meninggal, yakni ketika umurnya delapan tahun, Abdul Muthalib wafat pula dalam usia 95 tahun, pada tahun 579 M.
Dibawah lindungan Abu Thalib:
Menuruti wasiat Abdul Muthalib, maka Muhammad pun dipelihara oleh pamannya, Abu Thalib. Pamannya itupun sangat kasih sayang kepadanya. Akan tetapi ia miskin dan ayahnya Abdul Muthalib tidak pula meninggalkan harta pusaka. Lantaran miskinnya itupun terpaksalah ia menyerahkan jabatan kehormatan menyediakan makanan dan minuman bagi orang-orang Haji kepada saudaranya, Abbas. Dan bakal Nabi itu bekerja menggembala kambing, menurut kebiasaan anak-anak Mekah masa itu.
Ke Syria yang pertama 582 M:
Pada waktu usianya 12 tahun, Abu thalib hendak pergi berniaga ke Syria. Tak sampai hatinya meninggalkan Muhammad di Mekah, dan Muhammad sendiripun tidak suka ditinggalkan. Maka oleh karena itu dibawanyalah anak saudaranya itu bersama-sama. Tetapi perjalanan itu tidak lama dan Muhammad tidak sampai masuk kota Syria, hanya sampai ke Busra, lalu mereka kembali.
Nasihat Bahira:
Seorang pendeta Kristen, Bahira namanya menasihatkan kepada Abu Thalib, supaya segera anak saudaranya itu dibawa pulang. Tidak usah terus ke Syria, karena berbahaya buat dirinya. Menurut keterangan kitab suci, anak inilah yang akan menjadi Nabi kelak. Dan diperingatkannya benar, supaya Abu Thalib selalu awas terhadap orang Yahudi. Karena kalau sekiranya diketahuinya siapa Muhammad, niscaya anak itu dibunuhnya.
Menurut adat bangsawan Arab, anak yang baru lahir tidaklah disusukan oleh ibunya sendiri, melainkan dicarikan seorang perempuan dari Badya yang akan menyusukan dia. Sebabnya ialah, karena di dusun itu udara lebih bersih dari pada di kota, dan bahasanya pun lebih halus pula.
Pada suatu hari datanglah beberapa orang perempuan Bani Sa'ad dari Badya mencari anak-anak yang akan disusukannya. Maka yang beruntung memperoleh Muhammad ialah seorang perempuan yang bernama Halimatussa'diyah. Empat tahun lamanya anak itu di dalam asuhannya. Dan dalam masa itu besar sangat rahmat yang diturunkan Allah kepada mereka serumah tangga.
Dadanya dibelah Malaikat:
Menurut keterangan Halimah, sebenarnya belum mau ia mengembalikan Muhammad kepada ibunya. Kasih sayangnya habis tertumpah kepada anak itu, lebih dari kepada anaknya sendiri. Akan tetapi oleh karena beberapa kejadian yang menimbulkan kuatirnya, iapun terpaksa jua mengantarkan dia kembali dengan segera.
Pada suatu hari anaknya datang terengah-engah mengatakan, bahwa Muhammad telah disergap oleh dua orang laki-laki, dibelahnya dadanya. Dari dalam dadanya itu dikeluarkannya sebuah benda hitam lalu dibersihkannya. Kemudian diletakkannyalah kembali anak itu ke tempat semula.
Mendengar hal itu Halimah dan suaminya terkejut dan berlari-lari mendapatkan Muhammad. Didapatinya anak itu pucat lesi sebagai mayat, duduk di atas sebuah batu. Muhammad menerangkan, bahwa laki-laki itu berpakaian serba putih dan sesudah memperlakukan dia demikian, kedua orang itu pun menghilang entah kemana perginya.
Sebenarnya kedua orang laki-laki itu ialah Malaikat yang disuruh oleh Allah akan membersihkan jantung Muhammad yang kelak akan diangkat menjadi Rasul-Nya. Tetapi Halimah tidak mengerti.
Hendak dibunuh:
Seringkali kejadian, apabila Halimah sedang menggendong Muhammad dan bertemu dengan serombongan orang Yahudi, mereka bertanya tentang Muhammad. Setelah diberikannya kepada mereka keterangan, merekapun berbisik menyuruh membunuhnya. Mereka bertanya: Yatimkah anak ini? Halimah menjawab: Tidak! Itulah ayahnya", katanya sambil menunjuk kepada suaminya, dan sayalah ibunya".
Kalau ia yatim niscaya kami bunuh, karena itulah tanda kenabiannya, kata mereka itu.
Pernah pula tukang tenun menyorakkan: Bunuhlah anak ini hai bangsa Arab! Kalau tidak kamu bunuh dia sekarang, nanti kamu akan dibunuhnya, berhalamu akan dimusnahkannya dan agamamu akan ditukarnya!" Untung ketika itu Halimah langsung melarikan diri.
Maka kejadian-kejadian seperti itu sangat menguatirkan hati Halimah dan suaminya, lalu diantarkannya Muhammad kembali kepada Siti Aminah.
Aminah meninggal 576 M:
Ketika bakal Nabi itu berumur enam tahun, ia dibawa oleh ibunya pergi ziarah ke makam ayahnya dekat Madinah. Akan tetapi malang bagi Muhammad yang kecil itu, ditengah jalan menuju pulang, yakni di Abwa', suatu tempat diantara Mekah dan Madinah, ibu yang mulia itu tiba-tiba jatuh sakit dan terus wafat. Penguburannya dilakukan di Abwa' itu juga.
Maka dengan rasa duka cita yang tidak terhingga, pulanglah Nabi ke Mekah kembali dibawa oleh Ummu Aiman, sahaja peninggalan ayahnya yang setia itu.
Abdul Muthalib wafat:
Setelah ibunya wafat, Nabi dipelihara oleh datuknya, Abdul Muthalib, dengan penuh kasih sayang yang semesra-mesranya. Pada suatu hari Muhammad pergi duduk ke atas permadani kemuliaan yang disediakan hanya buat kedudukan Abdul Muthalib dibawah naungan Ka'bah. Paman-pamannya menarik tangannya, supaya ia pergi dari sana. Tetapi ketika itu Abdul Muthalib datang dan berkata: "Biarkan cucuku berbuat sekehendaknya. Demi Allah! Sesungguhnya kelak ia memperoleh kedudukan penting yang belum pernah dicapai oleh siapapun juga!"
Dua tahun pula hanya anak kecil itu merasai nikmat kasih sayang datuknya. Dua tahun sesudah ibunya yang tercinta meninggal, yakni ketika umurnya delapan tahun, Abdul Muthalib wafat pula dalam usia 95 tahun, pada tahun 579 M.
Dibawah lindungan Abu Thalib:
Menuruti wasiat Abdul Muthalib, maka Muhammad pun dipelihara oleh pamannya, Abu Thalib. Pamannya itupun sangat kasih sayang kepadanya. Akan tetapi ia miskin dan ayahnya Abdul Muthalib tidak pula meninggalkan harta pusaka. Lantaran miskinnya itupun terpaksalah ia menyerahkan jabatan kehormatan menyediakan makanan dan minuman bagi orang-orang Haji kepada saudaranya, Abbas. Dan bakal Nabi itu bekerja menggembala kambing, menurut kebiasaan anak-anak Mekah masa itu.
Ke Syria yang pertama 582 M:
Pada waktu usianya 12 tahun, Abu thalib hendak pergi berniaga ke Syria. Tak sampai hatinya meninggalkan Muhammad di Mekah, dan Muhammad sendiripun tidak suka ditinggalkan. Maka oleh karena itu dibawanyalah anak saudaranya itu bersama-sama. Tetapi perjalanan itu tidak lama dan Muhammad tidak sampai masuk kota Syria, hanya sampai ke Busra, lalu mereka kembali.
Nasihat Bahira:
Seorang pendeta Kristen, Bahira namanya menasihatkan kepada Abu Thalib, supaya segera anak saudaranya itu dibawa pulang. Tidak usah terus ke Syria, karena berbahaya buat dirinya. Menurut keterangan kitab suci, anak inilah yang akan menjadi Nabi kelak. Dan diperingatkannya benar, supaya Abu Thalib selalu awas terhadap orang Yahudi. Karena kalau sekiranya diketahuinya siapa Muhammad, niscaya anak itu dibunuhnya.







0 comments:
Post a Comment