About

Pages

Indostar Tv

Wednesday 23 January 2013

DIANGKAT MENJADI RASUL

Jabal Nur tempat dimana Nabi Muhammad menerima wahyu yang pertama
Sebelum menjadi Rasul:

Oleh karena dari ayahnya tidak ada menerima waris yang boleh dikatakan mencukupi untuk hidupnya, maka semenjak kecilnya sudah timbul dalam dirinya rasa percaya kepada kekuatan sendiri. Ia sangat rajin. Semasa masih dibawah pengawasan Abu Thalib senantiasa ia menolong pamannya itu dalam berbagai-bagai pekerjaan dengan tidak disuruh-suruhkan. Dan setelah datang waktu untuk berusaha, dicobanyalah menggembalakan kambing dan domba.



Kemudian ia berniaga dan pernah berserikat dengan seorang saudagar kecil. Sesudah itu ia menerima upah menjalankan perniagaan Khadijah. Dan setelah ia menikah dengan perempuan itu, perniagaan itupun diteruskannya, sehingga ia pernah merasai mampu sedikit.

Sifat-sifat Nabi:

Semenjak kecil rasa kesopanannya sangat halus. Halimah menceritakan, bahwa pada masa kanak-kanak ia menjerit-jerit kalau auratnya terbuka. Ketika Abu Thalib memperbaiki sumur Zamzam, ia ikut menolong mengangkut batu bersama anak-anak yang lain. Supaya sudut-sudut batu yang tajam itu jangan melukai tengkuk, maka diikatkannya bagian depan izarnya keleher, sehingga auratnya kelihatan dengan sendirinya. Muhammad pun turut mengerjakan demikian. Tetapi ketika diketahuinya, bahwa auratnya terbuka, iapun ditimpa oleh rasa takut yang amat sangat; peluhnya menjagung dikeningnya, badannya gemetar, lalu ia pingsan.

Sampai ia besar dan menjadi remaja, barang sekali tidak pernah ia berkata atau berbuat keji. Seorang pun tidak ada yang dapat menunjukkan cacat dalam sifat-sifatnya. Budinya tinggi, ia pemaaf penyantun, sabar, syukur, tawadlu'. Hormat kepada orang tua, kasih kepada yang muda, dermawan, perwira dan pemalu. Bahkan sampai tuanya dan sampai ia wafat, lawan dan kawannya mengakui akan ketinggian budinya itu. Seorang diantara musuhnya yang terbesar, an-Nasr ibnul Haris, pernah berkata kepada orang banyak: "Semasa ia muda kamu suka kepadanya, karena ia paling jujur, paling lurus dan paling dapat dipercaya. Demi setelah tumbuh uban di kepalanya membawa suatu seruan yang berguna untuk kamu, lalu kamu tuduh ia tukang sihir. Demi Allah! Sekali-kali bukanlah ia tukang sihir!"

Kaisar Romawi, Heraklius, pernah bertanya kepada Abu Sufyan, yang ketika itu masih menjadi musuh besar Nabi, katanya. "Sebelum ia membawa seruan ini, pernahkah kamu kenal dia sebagai seorang pembohong?" 
Jawab Abu Sufyan: "Tidak pernah sekali juapun!"
Kata Heraklius: "Jika seorang tidak biasa berdusta dalam urusan yang berhubungan dengan manusia, tentu ia lebih tidak berani berdusta dalam urusan yang berhubungan dengan Allah".

Mengasingkan Diri:

Kemusyrikan, adat istiadat dan perbuatan-perbuatan keji yang dilakukan oleh bangsanya, menimbulkan benci di dalam hatinya. Bukan benci kepada mereka, tetapi benci kepada perbuatan yang salah itu. Senantiasa di dalam hatinya timbul perasaan sedih melihat kerusakan yang telah menimpa manusia. Hal itu menimbulkan cita-cita yang kuat di dalam kalbunya hendak memperbaiki segala yang salah itu.

Semakin lanjut umurnya, semakin pula cita-cita itu tertanam. Payah ia memikirkan apa yang akan dikerjakan, tetapi jalan belum juga terbuka. Membaca ia tak pandai, orang yang akan dilawan bermusyawarahpu tidak ada. Maka timbullah keinginannya hendak mengasingkan diri ke bukit-bukit padang pasir diluar kota Mekah, supaya terjauh dari hiruk-pikuk keramaian kota dan pemandangan yang keji-keji. Disana ia bernaung dan berpikir, kadang-kadang duduk di atas batu dipuncak bukit, kadang-kadang berjalan dengan langkah yang gontai. Seringkali air matanya bercucuran meminta kepada Tuhan, supaya ditunjukkan kepadanya jalan untuk menyelamatkan manusia dari segala bencana itu.

Wahyu Pertama 611 M:

Semenjak ia menikah, selama bulan Ramadhan tiap-tiap tahun, ia pergi mengasingkan diri ke Gua Hira di bukit Nur, kira-kira 5 km dari kota mekah, dengan membawa perbekalan secukupnya.

Maka pada suatu malam, yaitu malam ke 17 bulan Ramadhan tahun 611 M, ketika ia berumur 40 tahun, datanglah kepadanya Malaikat Jibril membawa sehelai kain sutera yang bersulam huruf-huruf. Jibril berkata: "Bacalah".
"Saya tidak pandai membaca", jawab Muhammad. Lalu Nabi dikongkongnya erat-erat sehingga sesak nafasnya. Sesudah dilepaskannya kembali, ia berkata pula: "Bacalah!"
Jawab Nabi tetap: "Saya tidak pandai membaca". Lalu dikongkongnya pula. Demikian dilakukannya tiga kali, sehingga sempurnalah letih badan Nabi. Setelah empat kali diperbudaknya demikian, barulah dibacakan oleh Jibril wahyu pertama yang datang dari Allah itu.
"Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menjadikan!" Dijadikannya manusia dari pada darah. Bacalah! Dan Tuhanmu lah yang Maha Mulia, yang mengajar dengan kala. Diajarnya manusia apa yang tidak diketahuinya". (Al-'Alaq 1-5).

Setelah dibaca oleh Nabi Muhammad perkataan-perkataan itu dengan sempurna, Malaikat itupun pergi, sambil berkata: "Hai Muhammad, engkau telah diangkat menjadi Rasul Allah! Dan aku ialah Jibril!"

Tubuh Nabi gemetar, peluhnya berhiliran membasahi badannya dan hatinya dipenuhi oleh rasa takut. Ia pun segera kembali pulang, terus ke tempat tidur dan minta diselimuti. Setelah perasaan badannya biasa kembali, diceritakannyalah kepada Khadijah semua yang telah terjadi atas dirinya. Mendengar hal itu Khadijah berkata: "Gembirakanlah hatimu, hai suamiku, Allah tentu tidak akan mengecewakan tuan!"

Waraqah bin Naufal:

Lalu dibawanya suaminya itu kepada Waraqah bin Naufal, seorang tua yang ahli dalam perkara agama. Setelah mendengar cerita Nabi, orang tua itu berkata: "Malaikat itulah juga yang diturunkan Allah kepada Musa". Dan diterangkannya pula, bahwa dengan cara itu Muhammad telah diangkat menjadi Rasul. Bahwa ia akan dimusuhi oleh kaumnya dan akan diusir dari negerinya. Ia berharap moga-moga umurnya panjang dan diberi tenaga oleh Tuhan untuk membela Muhammad, ketika ia dimusuhi kelak dan diusir dari tanah airnya. Akan tetapi sayang, tidak lama kemudian orang tua itu meninggal dunia.

Fatratul Wahyi:

Ketika itu yakinlah ia, bahwa ia telah diangkat menjadi Rasul. Alangkah beratnya beban yang harus dipikulnya. Manusia diseluruh dunia yang harus dipimpin dan ditunjukinya. Nabi Musa hanya disuruh memimpin kaumnya saja, kaum Bani Israil, ia telah merasa keberatan, sehingga dimintanya kepada Tuhan seorang pembantu, yaitu Nabi Harun.

Disamping beban yang berat itu, bahaya yang sehebat-hebatnya sudah sedia pula menantikan dia ditengah jalan. Hal itu sudah diketahuinya lebih dahulu. Tapi ia tidak akan minta bantu kepada manusia, bantuan yang diharapkannya hanyalah dari Allah yang mengutusnya. Hatinya telah lega, pikirannya telah terbuka, karena ketetapan telah ada. Do'anya diterima Tuhan. Ia diberi izin untuk memperbaiki kerusakan yang telah menimpa manusia dan kemanusiaan. Wahyu Tuhan telah datang memberikan tuntunan.

Tetapi sesudah turun wahyu yang sekali itu, enam bulan lamanya ia tak turun-turun lagi. Masa yang kosong itu dinamai Fatratul Wahyi, artinya wahyu terhenti. Hatinya sudah sangat rindu kepada wahyu Ilahi, yang akan menunjukkan jalan dan cara dia harus menunaikan kewajiban yang berat itu. Rindu itu lama-lama berubah menjadi sedih. Sedih dan duka cita yang tidak terkira-kira. Hal itu menyebabkan dia sering termenung dan bersunyi-sunyi, lebih banyak dari yang sudah-sudah.

Tetapi walaupun demikian ia tidak kesal, ia tidak putus asa. Ia mengerti, bahwa Allah lebih tahu akan waktu yang baik. Ia menanti dengan sabar.

Benar kiranya. Pada waktu kesedihan hatinya sudah sangat memuncak, waktu hatinya itu rasakan putus lantaran rindu dan duka cita, wahyu yang ditunggu-tunggunya iapun datang pula kembali. Ketika itu ia sedang berjalan-jalan. Terdengar olehnya suara dari atas. Ia pun menengadah, maka nampak olehnya Malaikat yang datang kepadanya di gua Hira dahulu. Tiba-tiba takutnya datang, tubuhnya gemetar pula, lalu pergilah ia pulang dengan segera dan minta diselimuti. Ketika itu turunlah wahyu yang kedua, bunyinya:

"Hai orang-orang yang berselimut! Bangunlah, dan beringatlah manusia! Dan Tuhanmu, besarkanlah! Dan pakaianmu, sucikanlah! Dan kotoran, jauhilah! Dan janganlah engkau memberi dengan harapan menerima lebih banyak! Dan bagi Tuhanmu, sabarlah!" (Al-Mudatsir 1-7).

Tegas wahyu itu menyuruh dia bergerak membawa manusia kejalan yang benar. Maka semenjak waktu itu mulailah Nabi Muhammad menginjak tangga baru dalam jalan hidupnya. Dengan usaha yang tidak kenal undur, dengan hati yang tidak pernah patah, diserunya dan dipimpinnya manusia kejalan Allah SWT, untuk bahagia dunia dan akhirat.

Sesudah itu berturut-turutlah wahyu turun, tidak terputus lagi.


0 comments: